“Things denied, things untold, things hidden and disguised.”
Akhirnya. Novel ini dilahap habis dalam waktu 43 hari. Lama sekali ya. Itu karena minat dan perhatian saya terdistraksi oleh beberapa serial Korea, film-film box office yang belum ditonton, dan kegiatan puskesmas yang melelahkan sehingga langsung tidur begitu sampai di rumah.
Oke. Saya sendiri ndak ngerti apakah tulisan ini mengandung spoiler atau tidak. Mungkin sedikit. Jadi sejak awal, saya sudah memberi peringatan hehehe…
Novel ini bercerita tentang warga kota Pagford, sebuah kota kecil di daratan London. Kata yang menggambarkan kota ini adalah ‘idyll’; syair yg menggambarkan keindahan alam, dan ‘pretty façade’; pemandangan yang indah. Bisa bayangin indahnya? Bayangkan sebuah tempat yang tenang yang dikelilingi tiga bukit, dengan banyak bangunan berbentuk kastil, jalan berbatu dan rumah-rumah mewah bergaya Victorian. Kemudian ada sebuah sungai kecil yang berliku-liku di sekitar bukitnya, menuju kota dan dinaungi sebuah jembatan berbatu. Di kota Pagford, semua mengenal satu sama lain. Berita dan gosip menyebar seperti virus. Tidak ada yang bisa ditutupi. Hal ini yang membuat masing-masing tokoh menyimpan rapat di dalam kotak pandora, apa yang menjadi rahasia dirinya.
Novel ini diawali dengan kasus kematian mendadak Barry Fairbrother, seorang anggota konsil kota Pagford (Pagford Parish Council) di awal usia empat puluhnya. Kematian Barry menyisakan sebuah posisi kosong (the casual vacancy ~ kekosongan jabatan), sehingga memicu lawan dan rekan politiknya untuk saling berebut dan mengatur strategi dalam meraih posisi tersebut.
Kekosongan jabatan inilah yang memunculkan berbagai konflik dan membuat banyak tokoh yang bersinggungan. Tidak hanya tentang isu-isu yang berhubungan dengan apa yang Barry Fairbrother perjuangkan. Tetapi juga hubungan personal masing-masing karakter di dalam novel ini. Seperti yang tertulis pada cover: “rich at war with poor, teenagers at war with their parents, wives at war with their husbands, teachers at war with pupils.” Kematian Barry membawa masalah besar pada kota kecil Pagford.
Konflik yang dihadirkan cukup banyak. Sangat banyak malah. Di awal novel, saya sempat bosan dengan pemaparan karakter yang mendetil dan percakapan yang sedikit (ini juga yang menyebabkan novel ini selesai dibaca dalam waktu yang sangat lama hehehe). Tetapi satu alasan yang mungkin ingin disampaikan Rowling adalah kenali dulu masing-masing karakter. Selami perasaan mereka sebelum akhirnya berasumsi dan menebak-nebak jalan cerita di novel ini. Karena perasaan manusia adalah sesuatu yang rumit. Sesuatu yang dianggap buruk, bisa menjadi luar biasa di mata orang lain. Lihat saja cara pandang yang berbeda dari Stuart Wall dan Andrew Price terhadap seorang Simon Price. Atau bagaimana seorang Barry bisa melihat sesuatu di dalam diri Krystal Weedon yang tidak bisa dilihat orang lain. Atau bagaimana Samantha Mollison melihat keinginan yang berbeda di dalam dirinya sendiri.
Hal berbeda yang disajikan Rowling adalah gaya bahasa. Jujur, rasanya seperti membaca seri remaja Princess Diaries karya Meg Cabot, lalu beranjak pada novel dewasa berjudul She Went All The Way. Cukup vulgar. Tetapi vulgar di sini bukan seperti bahasa Harlequin yang begitu gamblang tentang adegan seksual. Tetapi lebih kepada umpatan dan deskripsi tentang hal-hal yang sensual dan berhubungan dengan kekacauan pikir seseorang, seperti ungkapan jujur seorang pelajar SMU terhadap ketertarikannya pada lawan jenis, atau bahasa kotor orang dewasa yang mungkin biasa didengar pada pergaulan kaum urban.
Yang membuat saya kesulitan dalam membaca novel ini adalah kata-kata baru yang sama sekali belum pernah didengar (kalo ini karena memang kosa kata bahasa Inggris saya yang kurang bagus sih ehehe…). Pada saat membaca novel Harry Potter dalam bahasa Inggris, saya bisa mengira-ngira arti kalimat/ paragraf secara keseluruhan tanpa harus bolak-balik membuka kamus. Tetapi tidak untuk The Casual Vacancy. Kamus selalu ada di tangan. Karena Rowling bisa menempatkan kata-kata tidak umum demi memberikan rasa yang lebih mendalam dan detil pada novel ini. Dan melewatkan satu arti kata bisa jadi mengubah makna dari apa yang ingin disampaikan.
Untuk urusan deskripsi, Rowling memang juara. Setiap tokoh digambarkan dengan begitu rinci. Bahkan sampai deskripsi jerawat di wajah Andrew Price. Atau bagaimana kilau cahaya matahari yang jatuh di rambut Gaia Bawden. Setiap halaman membuat kita membayangkan dan berimajinasi tentang orang-orang yang menghidupkan kota Pagford.
Bagaimana menggambarkan novel ini dengan satu kata? Ehm… Manusiawi? Kenapa manusiawi? Saat menulis seri Harry Potter, Rowling pernah mengungkapkan bahwa semua karakter yang ia buat adalah flawed; memiliki kekurangan. Tidak ada karakter yang baik atau buruk seratus persen. Selalu ada alasan mengapa tokoh-tokoh di novel ini berbuat begini-begitu. Seorang anak perempuan mengiris-iris tangannya demi mencari alasan untuk menangis setelah dipermalukan oleh ibunya. Dia menganggap dirinya tidak berharga dan lahir di keluarga yang salah. Atau seorang perempuan kaku yang berusaha memperjuangkan hubungan cintanya setelah pernah dikecewakan kekasihnya dulu. Trauma ditinggalkan membuatnya mendesak kekasihnya untuk segera memberi kejelasan hubungan cinta mereka. Atau seorang anak lelaki yang terlihat begitu kasar dan tidak peduli, ternyata memiliki ketakutan yang tidak bisa dihadapi.
Banyak hal tidak terduga yang muncul perlahan. The Casual Vacancy adalah novel yang sangat berbeda dari seri Harry Potter dimana yang jahat dikalahkan oleh pahlawan. Novel ini memberikan konflik sehari-hari yang mungkin terabaikan, tetapi berujung pada hal-hal besar yang sama sekali tidak sederhana. Kemunculan rahasia setiap tokoh membuat kita tersadar bahwa setiap orang memiliki hal yang tidak bisa diketahui dari ‘luar’. Besar atau kecil, pasti ada sesuatu yang mungkin bahkan tidak disadari oleh diri sendiri. Dan seringkali, manusia tertipu oleh apa yang bisa didengar dan dilihat.
“Yes, well, principles are sometimes the problem, if you ask me,” said Miles. “Often what’s needed is a bit of common sense.”
“Which is the name people usually give to their prejudices,” rejoined Kay.
Yak. Sepertinya review The Casual Vacancy sudah cukup. Maaf jika ternyata terdapat spoiler di dalamnya. Tetapi rahasia-rahasia Pagfordian masih banyak yang harus dikuliti sedikit demi sedikit. Termasuk tentang hantu Barry Fairbrother.
Nah… Silakan nikmati liburan kalian di kota Pagford \o/
***
Kalabahi – Alor – NTT
07 Des 2012