Archive for the ‘ buku ’ Category

Review: Sabtu Bersama Bapak

https://i0.wp.com/movie.co.id/wp-content/uploads/2015/02/Poster-film-Sabtu-Bersama-Bapak-1.jpg

 

Saya pribadi ga menaruh harapan tinggi pada film ini. Pengin nonton karena suka sama bukunya, penasaran sama Saka dan tentu saja alasan sentimental lainnya.

Beberapa hal memang diubah. Film ini ga persis plek sama bukunya. Tapi menurut saya esensinya tetep sama.

Film diawali dengan scene yang penuh dengan air mata. Lalu berkembang menjadi adegan-adegan humor kejomloan Cakra yang menyedihkan (iya, kaya saya). Klimaksnya adalah saat masing-masing tokoh memiliki masalah sendiri, yang akhirnya disatukan oleh pesan di hari Sabtu oleh Bapak Gunawan Garnida.

Akting Arifin Putra bagus. Kita cukup liat matanya, udah ngerti emosi yang bakal keluar dari situ. Kece, lah. Apalagi pas berantem sama Risa. Kece, lah (2).

Akting Deva sebagai pendatang baru (? – saya ga tau sebelumnya dia main di film apa) juga lumayan. Cocok dengan peran Cakra Garnida yang nerd dan konvensional, doyan bahas hal ga penting serta menaruh hati sama (pemilik) sepatu yang sering mangkal di depan musala.

Saya suka dengan efek blur saat Satya ketemu sama bayangan Bapak Gunawan. Apa, sih, namanya… Pokoknya itu. Hawa sendu dan gamangnya jadi lebih kerasa.

Salut buat make up artist-nya yang bisa bikin Ira Wibowo berubah-ubah usia. Detil banget.

Kelemahannya… As usual. Mindahin novel ke film itu susah. Ada beberapa hal yang terasa maksa di film padahal di novel enggak. Seperti perkenalan Itje dan Retna, yang sebenernya udah dimulai sejak awal. Di film malah seperti ujug-ujug dikenalin. Dan akting anak-anak Satya yang… ya… enggak ngerti, deh, milih kedua anak itu berdasarkan apa. Selain wajah yang ga bisa dimiripin ke Acha dan Arifin Putra sama sekali, ekspresi mereka datar abis.

Tapi bagaimanapun… Banyak banget pesan yang disajikan di film ini. Bahwa hidup seharusnya terencana. Termasuk tentang pekerjaan, cita-cita, keuangan, dan pernikahan. Bahwa kemenangan itu diraih, bukan dikasih. Bahwa dalam membangun sebuah hubungan yang kuat, diperlukan dua orang yang sama-sama kuat. Bukan saling melengkapi. Karena melengkapi diri adalah tanggung jawab masing-masing. Bahwa meski kita sudah dewasa dan punya keluarga, orang tua tetap menjadi orang pertama yang bisa kita andalkan.

Film ini direkomendasikan buat siapa saja yang ingin terus belajar menjadi lebih baik… Sebagai orang tua, sebagai anak, sebagai istri, sebagai suami, sebagai calon pasangan 😊 Tapi kalo mau bandingin sama novelnya, ya… Pikir-pikir dulu, deh 😁

❤❤❤❤💔

IMG-20160710-WA0000

Malang, Juli 10th 2016

Pelangi SO7 ~ Analekta 7 Warna

Pelangi SO7 ~ Analekta 7 Warna

Pelangi SO7 ~ Analekta 7 Warna

Siapa, sih, yang ndak kenal sama Sheila on 7? Dan, Kita, J.A.P, Seberapa Pantas, dan banyak lagi lagu yang sering berlalu lalang di pendengaran kita. Menjadi SheilaGank adalah sebuah keharusan bagi anak gaul… di jamannya (uhuk). Dan saya adalah salah satu SheilaGank gagal karena kartu anggotanya ilang. Entah terselip di mana. Hiks T_T

Nah, bulan Mei yang lalu, band asal Jogja kesayangan kita semua itu ulang tahun yang ketujuh belas. Udah dapat KaTePeh \o/ Sebagai bentuk rasa cinta dan kangen sama Sheila on 7, maka @siputriwidi bikin proyek #PelangiSO7 (@siputriwidi ini rajiii~n banget bikin proyek nulis. SALUT!).

Ada tujuh cerita di #PelangiSO7. Kenapa cuma tujuh? Karena ada tujuh warna pelangi, tujuh tangga nada, tujuh… belas tahun (ahem). Pastinya, semua cerita yang ada di #PelangiSO7 ini terinspirasi dari lagu-lagu magis dari Sheila on 7.  Dan sebagai SheilaGank, saya ikutan! Judul cerpen saya adalah Mesin Jahit Ibuku dan saya menggunakan lagu Ingin Pulang dari album 507.

Tujuh cerita #PelangiSO7 #Analekta7Warna akan dipublikasikan dalam bentuk ebook dan GRATIS! Kenapa gratis? Karena kami para SheilaGank hanya ingin berbagi. Ini juga sebagai hadiah sebagai rasa terima kasih untuk Sheila on 7 yang telah mengiringi masa dan hari-hari kami dengan lagu-lagunya yang easy listening dan pas sebagai soundtrack sehari-hari (terutama dalam hal percintaan. Ahem).

Alhamdulillah malam ini sudah bisa diunduh di sini ^^

Yak. Demikian postingan promosinya. Semoga Sheila on 7 segera menelurkan album terbaru mereka \o/

Ibu tidak pernah gagal merenda cintanya padaku. Aku saja yang tidak mau tahu.”

[Mesin Jahit Ibuku]

***

Malang, 15 Agustus 2013

Antologi Benci: Buku yang Kau Benci

antologi benci

Beberapa waktu lalu, @siputriwidi bikin proyek anti-mainstream. Sebuah kumpulan cerpen dan puisi bertema ‘benci’ tanpa ada kata ‘benci’.

Kenapa ‘benci’? Benci itu manusiawi. Dari covernya aja udah keliatan… Bahkan seorang ksatria yang gagah berani pun pernah dirasuki rasa benci *aih sedap* Someone said, untuk mencintai, seseorang tidak butuh alasan. Tapi saat sampai pada urusan benci, alasan itu selalu ada.

Sebagai salah satu kontributor Antologi Cinta, diriku merasa tertantang dong yah… #DilemparKeJurang #JurangPenderitaan. Jadinya sayah nyumbang satu cerpen. Judulnya Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu.

Begitu banyak orang yang memuja senja. Tapi akulah satu-satunya orang yang ingin mengiris senja menjadi empat bagian. Menggores jingganya dengan namaku, lalu menjejalkannya ke dalam ruang-ruang di jantung seseorang. Agar indahnya selalu terbawa melalui darah yang mengaliri tubuhnya. Agar ia selalu mengingatku.”

[Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu]

Antologi ini sempat ditawarkan ke penerbit mayor. Tapi rupanya dianggap kurang komersil dan profitable. Yah, lagian mau jualan benci agak susah, sih, ya… Jadi diterbitkan via indie. Nanti pasti dikabari kalo udah live di @nulisbuku \o/

Demikian postingan promosi Antologi Benci: Buku yang Kau Benci. Dibeli, yaaah ~ ~ ~ \o/

***

Malang, 14 Agustus 2013

 

 

[Review] Random: Payudara Sebelum Lusa

Random: Payudara Sebelum Lusa (plus karya saya di dalamnya ehehehe ^^)

Random: Payudara Sebelum Lusa (plus karya saya di dalamnya ehehehe ^^)

Sebenarnya, saya sudah pernah menulis review singkat Random: Payudara Sebelum Lusa ini via Twitter. Tapi belum afdol kalo’ ndak dimasukin ke blog hehehe

Seperti yang sudah pernah saya ceritakan di sini, Random: Payudara Sebelum Lusa adalah sebuah antologi cerpen yang dihasilkan dari sebuah lomba menulis yang diselenggarakan Nulis Buku Club Institut Pertanian Bogor (@NBC_IPB) pada bulan Februari 2013 lalu. Ada lima belas cerpen dari dua belas penulis di buku ini, termasuk saya yang menyumbang dua judul, yaitu Lukisan Tanpa Warna Merah dan Ruang 23.

Saya tidak pandai menilai sebuah karya, menilai dari sisi yang detil dan sebagainya, atau mereview buku, apalagi antologi seperti ini. Karena ceritanya beragam dan tentu setiap penulis memiliki gaya bahasanya sendiri. Tapi ada beberapa cerita yang menjadi favorit saya.

  • Payudara Sebelum Lusa (Imam Solikhi): Cerita ini menjadi pemenang pertama lomba menulis Random 2. Dari judulnya saja sudah membuat semua orang penasaran sebenarnya cerita ini tentang apa. Dan menurut saya, cerpen ini memang juara! Ada sebuah paradoks yang ingin disampaikan pada pembaca. Bahwa payudara yang telah menghidupi anak-anak dengan air susunya, justru menjadi penyebab kematian dengan cara yang cukup menyedihkan. Meskipun pada kalimat terakhir cerita ini, saya lebih sreg jika menggunakan kata ‘kami’ daripada ‘kita’, tapi secara keseluruhan, Payudara Sebelum Lusa ini daebak! Pesan saya pribadi setelah membaca cerpen ini adalah mari budayakan SARARI (perikSA payudaRA sendiRI) sebagai deteksi dini kanker payudara.
  • Yakuza (Eka Prasetyani): Apa yang terjadi pada Yasu dan keluarganya pasti banyak juga terjadi di negeri kita sendiri. Mungkin justru lebih memprihatinkan. Bahwa kemiskinan itu menjerumuskan. Cerita ini mengalir dengan sederhana dan enak dibaca.
  • Beras (Rosi Lutfi): Menggunakan ‘ayam’ sebagai metafora manusia yang mengais-ngais ‘makanan’, menurut saya, keren. Lagi-lagi, kemiskinan itu menjerumuskan. Kemiskinan bisa membuat orang-orang kehilangan logika. Kemiskinan bisa memisahkan seorang perempuan dari belahan jiwanya. Dan perempuan, di dalam cerita ini, digambarkan sebagai percontohan perempuan pada umumnya yang merelakan segala hal demi kemuliaan keluarganya (“Meski hati telah kami pautkan sejak lama. Aku berjuang dan rela meski seandainya nanti harus menggelandang. Karena sejak turunnya kakiku dari bus itu, tekad telah tertancap kuat dalam batinku – akan kuserahkan hal yang lebih berharga dari seisi dunia ini pada dunia dan juga pada anak-anakku”). Meskipun akhir dari cerita ini cukup ‘nggantung’, tapi saya suka.
  • Matahari Senja di Minggu Pagi (Indah Arifallah): Satu kata: manis. Dari ide, gaya bertutur serta ending yang dipilih, semuanya manis dan membuat pembacanya tersenyum lega.
  • Sang Pesaing (Reni Indrastuti): Cerita ini sederhana, tapi mungkin sangat sering terjadi pada masing-masing orang, terutama sejak adanya jejaring sosial bernama Facebook. Tentang rasa iri dan hasrat ingin bersaing dengan orang lain. Padahal, urip iku sawang sinawang.
  • Waris (Suguh Kurniawan): Cerita yang menarik. Karena memang akhir-akhir ini saya sering sekali mendengar cerita menyedihkan tentang sengketa waris yang sepertinya kurang manusiawi, sama seperti bagaimana sikap Purnama dan Angga terhadap Kus. Tidak perlu diragukan lagi, semua karya dari Mas Suguh ini te-o-pe be-ge-te. Bagus. Secara beliau adalah penikmat sastra yang sudah seriiing sekali menulis untuk media massa nasional seperti Media Indonesia, Kabar Indonesia, Republika Online, dan sebagainya dan sebagainya dan sebagainya (kalo’ ditulis semua, takut ndak muat halaman blognya).
  • Pria Berkulit Pucat (Lidya Pawestri): Sejak awal, saya digiring untuk berpikir bahwa mungkin ini adalah cerita tentang cinta berbeda usia. Memang benar. Tapi tetap saja, endingnya DANG! Twist yang oke sekali. Dan manis. Betewe, Mbak Lidya ini keren, loh. Ada tiga karyanya yang masuk di buku Random ini! Doi juga nulis bareng sayah di Antologi Cinta ^^
  • Sang Ego (Wahyu Budi Nugroho): Membaca cerita ini, satu hal yang pertama kali terlintas di otak saya adalah penulisnya pasti sudah sangat berpengalaman dalam dunia tulis-menulis. Lana, seorang mahasiswa yang cerdas luar biasa. Digambarkan sebagai laki-laki yang bebas, mandiri, jenius, unik dan sedikit gila. Bagi saya, cerita ini seakan tanpa konflik. Tapi tetap menarik untuk dibaca. Well, pengalaman ndak dapat menipu. Membaca biodata singkatnya membuat saya cukup iri ehehehe… Btw, stok laki-laki seperti Lana masih ada ndak, ya… :p

Selain nama-nama di atas, ada Mbak Amanatia Junda, seorang mahasiswi ilmu komunikasi UGM yang sering menjuarai sayembara menulis; Teteh Assrianti, mahasiswi IPB pecinta travelling yang karyanya diterbitkan bersama antologi Kumpulan Cinta Paling Mengharukan; dan Mbak Hana Adiningsih yang masih belia dan mencintai fiksi..

Buku Random: Payudara Sebelum Lusa ini terdiri dari 195 halaman. Diterbitkan secara indie oleh NulisBuku, dan bisa dipesan dengan mengirimkan email berisi nama, alamat, nomor telepon, judul dan jumlah buku yang akan dipesan ke admin@nulisbuku.com.

Yak. Demikian review singkat saya tentang Random: Payudara Sebelum Lusa. Meskipun buku ini diproduksi secara indie, tapi saya bahagia dan bangga telah bersanding dengan orang-orang yang kompeten di bidang sastra seperti sebelas orang di buku ini (karena saya masih sangat amatir sekali hehehe).

Semoga menginspirasi dan selamat membaca ^^

***

Malang, June 25th 2013

Random 2: Payudara Sebelum Lusa

randomedit

Cover oleh Nuzula @zulazula Fildzah

“Cerita indah tidak melulu tentang cinta dan air matanya. Cerita indah bisa saja tercipta dari pemikiran paling gila dan irisan kulit yang berdarah-darah.”

Kengangguran saya selama menjadi dokter PTT membuahkan sesuatu yang cukup menyenangkan. Pada awal bulan Februari, saya membaca linimasa Twitter dan menemukan sebuah lomba menulis yang diadakan oleh Nulis Buku Club Institut Pertanian Bogor (@NBC_IPB) dengan tema ‘Random (2)’. Iya, Random. Acak. Terserah mau menulis cerpen tentang apa. Boleh jadi, yang paling liar sekalipun.

Membaca ketentuan yang ‘random’ itu, akhirnya saya pun menggila. Seluruh draft cerpen paling random, saya kirimkan. Saat itu saya sempat berpikir untuk ‘ngerjain’ juri-jurinya supaya membaca cerita-cerita random dari saya *nyengir* tanpa berharap (terlalu banyak) bahwa kerandoman saya bisa tersemat sebagai nominator di antara ratusan naskah yang masuk.

Dan alhamdulillah, cerpen saya masuk, yaitu Ruang 23 (cerpen yang pernah saya unggah ke blog) dan Lukisan Tanpa Warna Merah (cerpen baru yang memang selama ini sedang mencari peruntungannya sendiri). Dua cerpen ini akan dibukukan bersama 13 cerpen lainnya di dalam buku Random: Payudara Sebelum Lusa. Payudara Sebelum Lusa adalah pemenang dari lomba menulis Random 2 tersebut, karangan Imamessiah Solikhi. Dan alhamdulillah, Lukisan Tanpa Warna Merah menempati posisi kedua :”>

Buku ini sudah terbit secara indie. Silakan pesan di nulisbuku.com ya ^^

Dan mudah-mudahan, ada penerbit mayor yang mau meminang buku Random: Payudara Sebelum Lusa ini (aamiin…). Tunggu perkembangan selanjutnya untuk bisa menikmati keacakan pikir kami dalam aksara ^^

Untitled

***

[Review] Hujan dan Teduh

hujan teduh

 

Label Juara Pertama 100% Roman Asli Indonesia di cover depannya telah menarik hati saya. Label tersebut telah memberikan keyakinan bahwa novel ini telah melalui masa-masa sulit dan panjang dalam prosesnya hingga terpilih sebagai juara dan naik cetak. Novel terbitan Gagas Media ini telah mengalahkan ribuan naskah yang pasti tidak kalah bagusnya. Jika Winna Efendi sebagai juri mengatakan, “Menyentuh dengan sederhana, real apa adanya, cara bertutur yang tidak rumit, tetapi jujur dan indah,” maka kalimat itu bisa dijadikan sebagai jaminan bahwa novel ini layak untuk dibaca.

Konflik yang diangkat oleh Wulan Dewatra tentang cinta memang tergolong tidak biasa. Biseksual, dan detail konflik lain yang tak kalah menariknya. Novel diawali dengan prolog seorang perempuan yang sedang dilanda demam dan bimbang di sebuah negara yang sedang dihujani salju. Kemudian mengalirlah cerita yang diawali dengan masa SMA seorang Bintang.

Bintang adalah anak perempuan yatim dengan seorang ibu yang sangat protektif dan tidak membiarkan putri semata wayangnya itu hidup susah. Di masa SMA, Bintang pernah mencintai sesama perempuan, Kaila. Tentu saja, cinta pada Kaila pupus dengan akhir yang cukup mengenaskan.

Sedangkan Noval, seorang pria yang pernah mendapatkan lemparan lumpur dari Bintang sehingga mengobarkan bendera perang dingin secara diam-diam, justru menjadi pria pertama yang mendapatkan cinta perempuan itu. Sikap Noval yang cukup manis telah merebut perhatian Bintang. Tanpa ada pertentangan batin mengenai orientasi seksualnya yang dulu pernah menyimpang, Bintang menyerah dan bertekuk lutut di cinta Noval.

Novel ini ditulis dengan alur maju-mundur-maju-mundur. Tapi bahasa dan tutur kata yang indah membuatnya tetap mudah untuk diikuti. Diksi yang dipilih dan pemenggalan kalimat terasa pas. Sehingga bisa dibilang, menamatkan novel setebal 248 halaman ini tidak butuh waktu yang lama.

Namun buat saya, ada banyak hal yang terasa ‘kosong’. Yang pertama adalah tentang pembagian timeline kisah cinta Bintang: SMA dan kuliah. Awalnya saya mengira, ada korelasi inti yang menghubungkan keduanya. Di tengah-tengah saya sempat berharap, ada orang dari masa lalu Bintang yang akan menyelamatkan perempuan putus asa ini dari dilema dan kubangan gundahnya. Tetapi harapan saya tidak muncul hingga halaman terakhir. Masa SMA dan kuliah adalah cerita tersendiri. Tanpa korelasi. Ini sama seperti kita disuguhi salad buah sebagai appetizer seporsi rawon daging. Kurang pas.

Yang kedua adalah karakter Bintang dan konflik batinnya. Mencintai sesama jenis bukanlah hal yang mudah untuk diterima, bahkan untuk diri sendiri. Tapi tidak bagi Bintang. Mulanya saya berpikir, inilah emosi dan gairah remaja. Tidak peduli, yang penting mencintai. Tetapi ketika Noval datang, Bintang juga menyambut dengan hati terbuka. Semudah itukah? Atau Bintang dan Noval disatukan oleh ketertarikan fisik semata? Saya bukan seseorang yang ahli di bidang kejiwaan. Tetapi menerima sikap diri yang bertolak belakang dari masyarakat umum, kemudian melanggarnya lagi, pada umumnya akan menimbulkan letupan-letupan konflik batin atau sosial dan, pastinya, untuk melalui itu, dibutuhkan keberanian.

Terlebih lagi, Noval bukanlah pria sempurna. Bahkan, dengan yakin saya bisa menyebut Noval adalah laki-laki brengsek. Di saat Bintang berada di titik terbawah, dengan hati yang terluka, kecewa dan dikhianati cinta heteroseksualnya, saya pikir, akan ada orang lain yang menjadi pahlawan bagi Bintang. Tetapi kebingungan saya kembali muncul ketika Noval datang secara tiba-tiba dan menjelma menjadi laki-laki sempurna. Ke mana kebrengsekannya itu pergi? Well, sometimes people change. Tapi mengubah sifat yang sudah dibawa sejak lahir bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan dalam beberapa saat saja.

“Bintang Dewatra, kenapa lo bikin semuanya jadi begitu sulit?”

Tidakkah Noval berkaca bahwa dia-lah yang membuat segalanya menjadi rumit? Justru, Bintang membuat segalanya menjadi mudah karena ia adalah perempuan pemaaf yang tidak pernah membiarkan rasa kecewa mengelabui rasa cintanya pada Noval yang berkali-kali membuatnya terluka. Terlepas dari masa lalunya sebagai homoseksual, secara batiniah, Bintang adalah perempuan ideal hehehe.

Bagaimanapun, novel ini menampilkan pesan moral yang cukup kuat dan kompatibel dengan isu pergaulan remaja saat ini. Tema biseksual dan pergaulan bebas memang masih jarang dan sering dianggap tabu. Tapi Wulan Dewatra mampu menuliskannya dengan indah dan enak untuk dinikmati tanpa perlu mengkhawatirkan konten-konten vulgar yang tidak perlu.

Oke. Kepada Mbak Wulan Dewatra, ditunggu karya-karya lainnya ^^

***

Malang, March 24th 2013

Antologi Cinta

Agak terharu juga.

Akhirnya ada buku cetakan yang memuat nama saya di dalamnya. Buku ini adalah kumpulan cerpen yang berisi 14 cerita tentang cinta (sesuai judulnya). Sepuluh di antaranya terpilih melalui sebuah ‘sayembara’ yang diselenggarakan oleh Klub Buku Indonesia di bulan Oktober 2012.

Image

Antologi Cinta: Hanya cinta yang menguatkan kita.

Dan nama saya dan cerita pendek berjudul Cinta Yang Tak Pernah Menua (alhamdulillah…) terselip di antara kesepuluh nama itu. Sedangkan empat nama lainnya adalah penulis yang sudah berpengalaman di dunia menulis (FYI, Mas Khrisna Pabichara adalah penulis hebat yang telah menelurkan trilogi Novel Inspirasi Dahlan Iskan. Saya bangga bisa satu buku bersama beliau).

Cinta Yang Tak Pernah Menua by Nina Nur Arifah ^^

Bagi yang sering berkunjung ke blog ini, mungkin akan mendapatkan plot cerita yang sedikit berbeda dengan fiksi-fiksi saya selama ini. Well, ada alasan tersendiri, sih. Cerpen saya di Antologi Cinta ini mencerminkan rasa rindu pada ‘rumah’ ketika saya sedang PTT di Alor. Jadi, yah… agak melankolis dan mendayu-dayu. Dan jangan khawatir, it’s happy ending 😉

Selamat memadu cinta. Semoga cinta yang terangkum di tiap lembar antologi ini bisa menguatkan kita. Happy reading ^^

 

Best Regards

Nina @noichil

Baca juga review Antologi Cinta di sini:

1. Segoro Tresno

2. Goodreads

The Casual Vacancy (Review)

image

Things denied, things untold, things hidden and disguised.

Akhirnya. Novel ini dilahap habis dalam waktu 43 hari. Lama sekali ya. Itu karena minat dan perhatian saya terdistraksi oleh beberapa serial Korea, film-film box office yang belum ditonton, dan kegiatan puskesmas yang melelahkan sehingga langsung tidur begitu sampai di rumah.

Oke. Saya sendiri ndak ngerti apakah tulisan ini mengandung spoiler atau tidak. Mungkin sedikit. Jadi sejak awal, saya sudah memberi peringatan hehehe…

Novel ini bercerita tentang warga kota Pagford, sebuah kota kecil di daratan London. Kata yang menggambarkan kota ini adalah ‘idyll’; syair yg menggambarkan keindahan alam, dan ‘pretty façade’; pemandangan yang indah. Bisa bayangin indahnya? Bayangkan sebuah tempat yang tenang yang dikelilingi tiga bukit, dengan banyak bangunan berbentuk kastil, jalan berbatu dan rumah-rumah mewah bergaya Victorian. Kemudian ada sebuah sungai kecil yang berliku-liku di sekitar bukitnya, menuju kota dan dinaungi sebuah jembatan berbatu. Di kota Pagford, semua mengenal satu sama lain. Berita dan gosip menyebar seperti virus. Tidak ada yang bisa ditutupi. Hal ini yang membuat masing-masing tokoh menyimpan rapat di dalam kotak pandora, apa yang menjadi rahasia dirinya.

Novel ini diawali dengan kasus kematian mendadak Barry Fairbrother, seorang anggota konsil kota Pagford (Pagford Parish Council) di awal usia empat puluhnya. Kematian Barry menyisakan sebuah posisi kosong (the casual vacancy ~ kekosongan jabatan), sehingga memicu lawan dan rekan politiknya untuk saling berebut dan mengatur strategi dalam meraih posisi tersebut.

Kekosongan jabatan inilah yang memunculkan berbagai konflik dan membuat banyak tokoh yang bersinggungan. Tidak hanya tentang isu-isu yang berhubungan dengan apa yang Barry Fairbrother perjuangkan. Tetapi juga hubungan personal masing-masing karakter di dalam novel ini. Seperti yang tertulis pada cover: “rich at war with poor, teenagers at war with their parents, wives at war with their husbands, teachers at war with pupils.” Kematian Barry membawa masalah besar pada kota kecil Pagford.

Konflik yang dihadirkan cukup banyak. Sangat banyak malah. Di awal novel, saya sempat bosan dengan pemaparan karakter yang mendetil dan percakapan yang sedikit (ini juga yang menyebabkan novel ini selesai dibaca dalam waktu yang sangat lama hehehe). Tetapi satu alasan yang mungkin ingin disampaikan Rowling adalah kenali dulu masing-masing karakter. Selami perasaan mereka sebelum akhirnya berasumsi dan menebak-nebak jalan cerita di novel ini. Karena perasaan manusia adalah sesuatu yang rumit. Sesuatu yang dianggap buruk, bisa menjadi luar biasa di mata orang lain. Lihat saja cara pandang yang berbeda dari Stuart Wall dan Andrew Price terhadap seorang Simon Price. Atau bagaimana seorang Barry bisa melihat sesuatu di dalam diri Krystal Weedon yang tidak bisa dilihat orang lain. Atau bagaimana Samantha Mollison melihat keinginan yang berbeda di dalam dirinya sendiri.

Hal berbeda yang disajikan Rowling adalah gaya bahasa. Jujur, rasanya seperti membaca seri remaja Princess Diaries karya Meg Cabot, lalu beranjak pada novel dewasa berjudul She Went All The Way. Cukup vulgar. Tetapi vulgar di sini bukan seperti bahasa Harlequin yang begitu gamblang tentang adegan seksual. Tetapi lebih kepada umpatan dan deskripsi tentang hal-hal yang sensual dan berhubungan dengan kekacauan pikir seseorang, seperti ungkapan jujur seorang pelajar SMU terhadap ketertarikannya pada lawan jenis, atau bahasa kotor orang dewasa yang mungkin biasa didengar pada pergaulan kaum urban.

Yang membuat saya kesulitan dalam membaca novel ini adalah kata-kata baru yang sama sekali belum pernah didengar (kalo ini karena memang kosa kata bahasa Inggris saya yang kurang bagus sih ehehe…). Pada saat membaca novel Harry Potter dalam bahasa Inggris, saya bisa mengira-ngira arti kalimat/ paragraf secara keseluruhan tanpa harus bolak-balik membuka kamus. Tetapi tidak untuk The Casual Vacancy. Kamus selalu ada di tangan. Karena Rowling bisa menempatkan kata-kata tidak umum demi memberikan rasa yang lebih mendalam dan detil pada novel ini. Dan melewatkan satu arti kata bisa jadi mengubah makna dari apa yang ingin disampaikan.

Untuk urusan deskripsi, Rowling memang juara. Setiap tokoh digambarkan dengan begitu rinci. Bahkan sampai deskripsi jerawat di wajah Andrew Price. Atau bagaimana kilau cahaya matahari yang jatuh di rambut Gaia Bawden. Setiap halaman membuat kita membayangkan dan berimajinasi tentang orang-orang yang menghidupkan kota Pagford.

Bagaimana menggambarkan novel ini dengan satu kata? Ehm… Manusiawi? Kenapa manusiawi? Saat menulis seri Harry Potter, Rowling pernah mengungkapkan bahwa semua karakter yang ia buat adalah flawed; memiliki kekurangan. Tidak ada karakter yang baik atau buruk seratus persen. Selalu ada alasan mengapa tokoh-tokoh di novel ini berbuat begini-begitu. Seorang anak perempuan mengiris-iris tangannya demi mencari alasan untuk menangis setelah dipermalukan oleh ibunya. Dia menganggap dirinya tidak berharga dan lahir di keluarga yang salah. Atau seorang perempuan kaku yang berusaha memperjuangkan hubungan cintanya setelah pernah dikecewakan kekasihnya dulu. Trauma ditinggalkan membuatnya mendesak kekasihnya untuk segera memberi kejelasan hubungan cinta mereka. Atau seorang anak lelaki yang terlihat begitu kasar dan tidak peduli, ternyata memiliki ketakutan yang tidak bisa dihadapi.

Banyak hal tidak terduga yang muncul perlahan. The Casual Vacancy adalah novel yang sangat berbeda dari seri Harry Potter dimana yang jahat dikalahkan oleh pahlawan. Novel ini memberikan konflik sehari-hari yang mungkin terabaikan, tetapi berujung pada hal-hal besar yang sama sekali tidak sederhana. Kemunculan rahasia setiap tokoh membuat kita tersadar bahwa setiap orang memiliki hal yang tidak bisa diketahui dari ‘luar’. Besar atau kecil, pasti ada sesuatu yang mungkin bahkan tidak disadari oleh diri sendiri. Dan seringkali, manusia tertipu oleh apa yang bisa didengar dan dilihat.

“Yes, well, principles are sometimes the problem, if you ask me,” said Miles. “Often what’s needed is a bit of common sense.”

“Which is the name people usually give to their prejudices,” rejoined Kay.

Yak. Sepertinya review The Casual Vacancy sudah cukup. Maaf jika ternyata terdapat spoiler di dalamnya. Tetapi rahasia-rahasia Pagfordian masih banyak yang harus dikuliti sedikit demi sedikit. Termasuk tentang hantu Barry Fairbrother.

Nah… Silakan nikmati liburan kalian di kota Pagford \o/

***

Kalabahi – Alor – NTT

07 Des 2012

The Egg And The Eye

Snape was looking down at Moody, and Harry couldn’t see the expression on his face. For a moment, nobody moved or said anything. Then Snape slowly lowered his hands.

“I merely thought,” said Snape, in a voice of forced calm, “that if Potter was wandering around after hours again… it’s an unfortunate habit of his… he should be stopped. For – for his own safety.”

“Ah, I see,” said Moody softly. “Got Potter’s best interests at heart, have you?”

Harry Potter and The Goblet Of Fire [Chapter 25: The Egg and The Eye]

 

I never realized that Snape’s line means something!

Angel Becomes Demon

Pernah baca Detective School Q? Komik karya Seimaru Amagi dan Fumiya Sato, karya mereka selain Detektif Kindaichi, yang menurut saya LEBIH BAGUS BANGET! [Di sini kelebayan dimulai]

Detective School adalah sekolah detektif milik Detective Morihiko Dan, yang sudah terkenal keterlibatannya mengungkap kasus-kasus kejahatan. Pak Dan punya musuh, Meiosei, organisasi yang sangat jenius dalam merangkai kejahatan. Pendiri Meiosei adalah teman sekolah Pak Dan, King Hades.

Pak Dan mendirikan sekolah detektif untuk mencari penerus. Dia membuat satu kelas khusus, Q-Class. Terdiri dari lima orang, Kyu, Ryu Amakusa, Megumi Minami, Kazuma Narusawa dan Kintaro Toyama. Meg memiliki kelebihan ingatan fotografis, yaitu bisa mengingat apapun hanya dengan sekali lihat. Kazuma Narusawa adalah siswa SD berkacamata pemecah kode yang handal. Kintaro Toyama, siswa SMU, putra Komisaris ternama di Jepang, selalu mengandalkan insting liarnya.

Namun yang menjadi fokus dalam komik ini adalah Kyu dan Ryu Amakusa. Kyu slengekan tapi keren analisisnya, pantang menyerah dan selalu optimis. Tidak diketahui asal-usul keluarganya. Bahkan nama marganya pun ndak disebutkan (sampai kira-kira empat komik terakhir). Sedangkan Ryu Amakusa adalah keturunan orang jenius, tapi dingin dan anti-sosial.

Setelah beberapa kasus dihadapi oleh murid Q-class ini, Ryu Amakusa akhirnya dapat membaur dengan rekan-rekannya yang lain. Lalu bla bla bla… Rupa-rupanya Kyu adalah anak dari sahabat Pak Dan, Satoru Renjo, dan Ryu Amakusa adalah cucu dari pendiri Meiosei, King Hades. Meiosei sengaja mengirim Ryu untuk sekolah di sekolah detektif agar Ryu bisa belajar, bagaimana kejahatan dari sisi detektif. Mengetahui hal ini, Pak Dan berpesan pada Kyu, “Jangan pernah kehilangan kepercayaan pada Ryu.” Karena rupa-rupanya, King Hades adalah sahabat Pak Dan di masa sekolah.

Ryu bimbang, dia adalah penerus Meiosei. Darah lebih kental dari air. Dia ‘berkhianat’. Sama seperti Severus Snape yang ‘berkhianat’ dan bergabung dengan Death Eater, Ryu ‘berkhianat’ dari Pak Dan dan memilih menjadi penerus Meiosei. Namun sampai akhir, Kyu adalah satu-satunya teman yang paling percaya bahwa Ryu masih tetap sahabatnya.

Kemudian tiba saat Meiosei berhadapan dengan Detective Class. Ada satu quote yg saya suka. Ryu berkata, “Kakek sengaja mengirimku ke sekolah, mendapat sahabat dan pengalaman, menarikku kembali ke Meiosei, dan membuatku merasa ditinggalkan oleh sahabat-sahabatku. Pada saat itulah aku sadar, bahwa malaikat bisa berubah menjadi iblis, saat ia kehilangan harapan.

Banyak novel, komik, film, yang tidak berhenti menggunakan ‘harapan dan mimpi’ sebagai kekuatan. Bahkan Arai di Sang Pemimpi pun bilang, “Kalau tidak punya mimpi, orang-orang seperti kita akan mati.” Dari harapan dan mimpi, seseorang punya tujuan. Dari harapan dan mimpi, seseorang ada.

Jangan pernah kehilangan harapan dan mimpi. ‘Merasa’ pun jangan! Karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi muitu. [Arai – Sang Pemimpi]

[Original Motion Soundtrack: Jangan Menyerah – D’Masiv]