[BeraniCerita #18] Tiket Keberuntungan

A-discarded-rail-ticket-r-006

Diambil dari guardian.co.uk

Ria menahan tangis dengan sekuat tenaga. Kereta api menuju Bandung baru saja berlalu dari hadapannya. Sama seperti harapan yang menjauh dengan sangat nyata.

Bodoh! Tiket keretanya jatuh di mana, sih?

Gadis lima belas tahun itu melirik isi dompetnya. Nampaknya, membeli tiket yang baru bukanlah jawaban. Kata ibu pengurus panti, dia ada di Bandung. Apa ini berarti aku tidak boleh bertemu dengannya?

Bahu Ria mulai terguncang. Dan akhirnya, air mata itu jatuh juga.

***

“Terima kasih atas kesempatannya, Bu.”

Pras berdiri lalu menyalami perempuan berperut buncit di hadapannya. Bu Andini mengangguk-anggukkan kepala sambil tersenyum.

Pras berjalan keluar ruangan. Aku mendapatkan kerja pertamaku. Diam-diam ia berterima kasih pada siapapun pemilik tiket kereta yang ditemukannya secara tidak sengaja di trotoar sekitar Gubeng. Tepat setelah Pras berdoa agar bisa memenuhi panggilan wawancara kerja tepat waktu saat Pras sama sekali tidak memiliki ongkos untuk itu.

Dalam hati, ada sejumput rasa bersalah. Betapapun Pras bahagia, ada seseorang yang tengah meratap. Dalam hati, Pras berdoa untuk si pemilik tiket, agar Tuhan memberi kebahagian yang lebih besar dari yang dirasakannya sekarang.

Belum sampai langkah Pras keluar dari ruangan, tiba-tiba ia mendengar erangan. Pras menoleh. Bu Andini terjatuh dari kursinya dan merintih.

Serta merta Pras menghampirinya, “Ibu kenapa?” Seketika ia menahan napas ketika melihat ada darah yang mengalir di sela kaki Bu Andini.

“Se … Sepertinya saya akan melahirkan.”

***

Rasa cemas meliputi hati Baskoro. Istrinya sedang menjalani operasi sectio caesaria. Menurut keterangan, tekanan darah istrinya naik hingga 170. Denyut jantung janinnya lemah. Ya Tuhan, selamatkan anak dan istri hamba.

Pintu ruang operasi terbuka. Seorang bidan setengah berlari menuju infant warmer, membawa bayi yang merah dan terbungkus kain tebal.

Baskoro bangkit dan segera menuju infant warmer. “Laki-laki, Pak. Prematur. Tapi sehat,” jelas bidan itu sambil mengeringkan bayi berkulit keriput dengan handuk bersih.

Dada Baskoro disesaki rasa haru. Anak pertama. Putra yang sudah ditunggu setelah hampir sepuluh tahun menikah.

Sambil menyeka air mata bahagia, Baskoro berbalik dan memandang pria muda berkemeja lusuh yang tadi mengantar istrinya ke rumah sakit, “Terima kasih banyak, Mas. Siapa tadi namanya?”

“Pras. Prasetya.”

***

Rena berlalu dari ruang operasi sambil melirik jam dinding. Seharusnya panggilan dari rumah sakit tadi diabaikan saja. Langsung berangkat ke bandara. Tapi sudah terlambat. Rena tidak akan bisa menghadiri simposium internasional dokter obstetrik dan ginekologi di Seoul.

Rena menghela napas dan memejamkan mata. Ia tidak pernah bisa mengabaikan panggilan dari malaikat-malaikat itu. Para ibu, dan bayi yang mereka kandung.

Baru saja ia membantu persalinan prematur dengan pre-eklamsi berat. Sama seperti kondisinya lima belas tahun lalu. Air mata Rena jatuh. Ia sedang mengingat kepengecutannya, meninggalkan bayinya dan kabur dari rumah sakit secara diam-diam.

Tuhan, telah kuhabiskan lima belas tahun untuk menjalani rasa bersalah. Bolehkah aku melihatnya sekali saja?

Ponselnya berdering. Sebuah nomor dari Surabaya. “Renaaa, lo enggak jadi ke Seoul? Denger … Gue udah nemu panti asuhannya. Dan nama anak lo Ria. Dabria Maharani.”

Pupil Rena melebar. Senyumnya mengembang. Bahagia menyeruak di tubuhnya. Ia menutup sambungan telepon. Lalu melesat menuju bandara.

Dabria. Malaikatku. Aku akan segera bertemu denganmu.

***

Malang, 3rd June 2013
· Ceritanya maksa banget. Tapi ywd c T~T

image

  1. Ini keren. Kejadian yang satu mempengaruhi kejadian yang lain gitu kan? Kalo tiketnya Ria nggak hilang, dia pasti udah ke Bandung dan ibunya udah ke Korea. Dan mereka malah nggak bisa ketemu. Keren. 🙂

    • Mudah2an FF kali ini ndak banyak lubangnya :’)
      terima kasih, Kak ^^

  2. keren mbak

  3. yeah….aku suka ceritanya!
    setiap bagian ada tokoh utama dengan ceritanya masing-masing. lalu bersambung secara halus dengan cerita berikutnya.
    good job!
    🙂

  4. juara ini pasti 🙂

  5. Rasa bersalah itu menghantui sekian lama…

    • Iyah… Hati nurani ndak bisa ditipu :’)
      makasih sudah mampir, Kak ^^

  6. Pas ama judul! Kemaren terbaik, besok SAMA! Hehe…

    • Arya Dwipangga
    • July 4th, 2013

    Ini keren. Suka bgt sama alurnya. Aku mw mgistilahkannya sebagai ‘novel mini’ He2. Semoga menang.

    • Terima kasih banyak, Mas Arya… Kalo novel bukan mini lagi, tapi cekak :p
      Tengkyu ya :’)

    • ike
    • July 4th, 2013

    Kereeeeennn… kayak novelnya ilana tan.. waww

    • Waduw, terima kasih banyak, Kak. Masih belum bisa dibandingkan dengan beliau ^^

  7. cerita ini keren lho Noichil, aku pernah coba bikin dan entah kenapa ga oke bgt *blah* qiqiqiqi.

    • Mbak Orin ini pasti merendah deeh
      Makasih sudah mampir ya, Mbak :’)

  8. kebetulan semuanya jadi beruntung semuanya…bagus ceritanya…walopun kenyataannya, ga bisa lhoo pake tiket yg jatuh begitu, karena skrng di tiket KA ada nama sesuai KTP…namanya jg fiksi ya…

    • Hehehe iya, Kak. Memang ini ceritanya banyak yang dipaksakan :p
      Terima kasih sudah mampir :’)

  9. jadi kayak pay it forward ya…

    • Iya. Sengsara membawa nikmat *alah*
      Makasih sudah mampir, Kak :”)

  10. Suka ceritanya Noi…!

    Juara! 😀

  11. baguss ceritanya.. di saat Ria berpikiran, “Apa ini berarti aku tidak boleh bertemu dengannya?” ternyata malah Ibunya yang dibawa ke Surabaya.. keren 🙂

    • Hehehe iyah… Meski jatuhnya maksa banget :p
      Makasih, Rika ^^

  1. No trackbacks yet.

Saya sangat menerima kritik, saran dan kasih sayang